Pengantar
Manajemen
Pendelegasian
Wewenang dan Jenisnya
1. Pengertian Wewenang dan Kekuasaan
Di dalam fungsi pengorgnisasian,
seorang atasan berdasarkan posisinya mempunyai hak ataupun wewenang untuk
menjalankan atau memberikan perintah kepada bawahannya untuk menjalankan
wewenangnya. Wewenang (authority) adalah hak untuk melakukan sesuatu atau
memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar
tercapai tujuan tertentu. Wewenang ini merupakan hasil delegasi atau pelimpahan
wewenang dari posisi atasan ke bawahan dalam organisasi.
Mengenai wewenang ini, ada dua teori atau pandangan yang berlawanan
mengenai sumber wewenang tersebut. Pertama pandangan klasik (teori
formal) , pandangan (teori ) ini menyebutkan bahwa wewenang adalah
dianugerahkan; wewenang ada karena seseorang diberi atau dilimpahi – diwarisi
hal tersebut. Kedua, pandangan teori penerimaan (acceptance theory of
authority) yang menyanggah bahwa wewenang dapat dianugerahkan. Teori ini
berpendapat bahwa wewenang seseorang timbul hanya bila hal itu diterima oleh kelompok
atau individu kepada siapa wewenang itu dijalankan. Jadi pandangan ini
menyatakan kunci dasar bahwa wewenang ada pada yang dipengaruhi (influencee)
bukan yang mempengaruhi (influencer). Dengan demikian wewenang itu ada
atau tidak tergantung pada si penerima, yang memutuskan untuk menerima atau
menolak.
Barnard dalam Handoko (1996), menyatakan bahwa seseorang akan bersedia
menerima komunikasi yang bersifat kewenangan hanya bila 4 (empat) kondisi
berikut dipenuhi secara simultan:
(a)
dia dapat memahami komunikasi
tersebut,
(b)
pada saat keputusannya dibuat
dia percaya bahwa hal itu tidak menyimpang dari tujuan organisasi,
(c)
Dia
yankin bahwa hal itu tidak bertentangan dengan kepentingn pribadinya sebagai
suatu keseluruhan, dan
(d)
dia mampu secara mental dan fisik
untuk mengikutinya.
Dengan adanya pandangan kedua (teori penerimaan), maka bagaimanupun
juga manjer perlu memperhatikan pandangan ini sebagai titik strategis.
Manajer untuk menjadi efektif akan sangan tergantung pada penerimaan
wewenangoleh para bawahan.
Biasanya wewenang ini sering dicampur adukan dengan kekuasaan
(power). Meskipun kekuasaan dan wewenang sering ditemui bersama, namun
keduanya berbeda. Wewenang adalah hak untuk melakukan sesuatu, kekuasaan
adalah kemampuan untuk melakukan hak tersebut. Kekuasaan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi individu, kelompok, keputusan atau
kejadian. Wewenang tanpa kekuasaan atau kekuasaan tanpa wewenang
akan menyebabkan konflik dalam organisasi. Seorang pemimpin yang
berpengaruh, dapat mempengaruhi perilaku adalah karena hasil kekuasaan posisi
jabatan/kedudukan (position power) atau karena kekuasaan pribadi (personal
power) ataupun kombinasi dari keduanya.
Kekuasaan posisi didapat dari wewenang formal suatu organisasi,
besarnya kekuasaan tergantung seberapa besar wewenang didelegasikan kepada
individu yang menduduki posisi tersebut. Kekuasaan posisi akan semakin besar
bila atasan telah mempercayai individu itu. Di lain pihak, kekuasaan
pribadi (personal power), didapatkan dari para pengikut dan didasarkan atas
seberapa besar para pengikut mengagumi, menghargai dan merasa terikat pada
seorang pemimpin.
Berdasarkan
sumbernya kekuasaan dapat diklasifikasikan dalam enam sumber yang diringkas
sebagai berikut (dalam Handoko, 1996 : 214-215):
1.
Kekuasaan balas-jasa (reward
power), berasal dari sejumlah balas jasa positif (uang, perlindungan,
perkembangan karier, dsb) yang diberikan kepada pihak penerima untuk
melaksanakan perintah atau persyaratan lainnya.
2.
Kekuasaan paksaan (coercive
power), berasal dari perkiraan yang dirasakan orang bahwa hukuman (dipecat,
ditegur, dsb) akan diterima bila mereka tidak melaksanakan perintah pimpinan.
3.
Kekuasaan sah (legitimate
power) berkembang dari nilai-nilai interen yang mengemukakan bahwa seorang
pimpinan mempunyai hak sah untuk mempengaruhi bawahan.
4.
Kekuasaan pengendalian
informasi (control—of—information power), berasal dari pengetahuan dimana orang
lain tidak mempunyainya. Cara ini digunakan dengan pemberian atau
penahanan informasi yang dibutuhkan.
5.
Kekuasaan panutan (referent
power), didasarkan atas identifikasi orang-orang dengan seorang pimpinan dan
menjadikan pemimpin itu sebagai panutan atau simbol. Karisma pribadi,
keberanian, simpatik, dan sifat-sifat lain adalah faktor-faktor penting dalam
kekuasaan panutan.
6.
Kekuasaan akhli (expert power);
merupakan hasil dari keakhlian atau ilmu pengetahuan seorang pemimpin dalam
bidangnya dimana pemimpin tersebut ingin mempengaruhi orang lain.
Keluasan
wewenang dan kekuasaan.
Semua anggota organisasi mempunyai peraturan, kode etik, atau
batasan-batasan tertentu pada wewenangnya, seperti ditunjukan dalam tabel
berikut:
Tabel.
Batasan-batasan internal dan eksternal untuk
wewenan dan kekuasaan
Internal
|
Ekternal
|
Anggaran
dasar dan anggaran rumah
Tangga
organisasi
Anggaran
(budget)
Kebijaksanaan,
peraturan dan pro-
sedur
Deskripsi
jabatan
|
Undang-undang
dan peraturan pe-
merintah
Perjanjian
kerja kolektif
Perjanjian
dengan dealer, supplier,
Dan
pelanggan.
|
Lingkungan
wewenang dan kekuasaan manajerial ini akan semakin luas pada manajemen puncak
suatu organisasi dan semakin menyempit pada tingkatan yang lebih rendah dari
rantai komando seperti terlihat pada gambar ”batasan-batasan wewenang dan
kekuasaan” berikut ini:
Tanggung
jawab dan akuntabilitas
Tanggung jawab (responsibiity) adalah kewajiban untuk melakukan
sesuatu yang timbul bila seseorang bawahan menerima wewenang manajer untuk
mendelegasikan tugas atau fungsi tertentu. Istilah lain yang sering
digunakan adalah akuntabilitas (accountability) yang berkenaan dengan
kenyataan bahwa bawahan akan selalu dimintakan pertanggunganjawabnya
Atas
pemenuhan tanggung jawab yang dilimpahkankepadanya. Dengan demikian,
akuntabilitas adalah faktor di luar individu dan perasaan probadinya.
Pemegang akuntabilitas berarti bahwa seorang atasan dapat memberlakukan hukuman
atau balas jasa kepadanya tergantung bagaimana dia sebagai bawahan telah
menjalankan tanggung jawabnya.
Persamaan
wewenang dan tanggung jawab
Prinsip organisasi mengatakan bahwa individu-individu seharusnya
diberikan wewenang untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Misalnya, bila
seorang manajer diberi tanggung jawab untuk mempertahankan produksi, maka dia
harus diberi kebebasan secukupnya untuk membuat keputusan-keputusan yang
mempengaruhi kapasitas produksi. Persamaan tanggung jawab dan wewenang
secara teoritik adalah baik, namun sukar dicapai. Ada yang berpendapat
bahwa dalam jangka panjang, wewenang dan tanggung jawab adalah
sama. Dalam jangka pendek bagaimanapun juga tanggung jawab seorang
manajer akan selalu lebih besar dari wewenangnya, karena ini merupakan ciri
delegasi.
Pengaruh
Pengaruh adalah suatu transaksi sosial di mana seseorang atau kelompok
dibujuk oleh seseorang atau kelompok lain umtuk melakukan kegiatan sesuai
dengan harapan mereka yang mempengaruhi. Pengaruh tercermin pada perubahan
perilaku atau sikap yang diakibatkan secara langsung dari tindakan atau
keteladanan orang atau kelompok lain. Pengaruh dapat timbul karena status
jabatan, kekuasaan mengawasi dan menghukum, pemilikan informasi lebih lengkap,
ataupun penguasaan saluran komunikasi yang lebih baik. Proses pengaruh
tergantung dari tiga unsur, yaitu pihak yang mempengaruhi, metoda mempengaruhi
dan pihak yang dipenga- ruhi.
2.
Wewenang Lini, Staf dan Fungsional
Wewenang lini (line authority) adalah wewenang di mana atasan
melakukannya atas bawahannya langsung. Ini diwujudkan dalam wewenang
perintah dan secara langsung tercermin sebagairantai perintah, serta diturunkan
ke bawah melalui tingkatan organisasi.
Wewenang
staf (staff authority) adalah hak yang dipunyai oleh satuan-satuan staf
atau para spesialis untuk menyarankan, memberi rekomendasi, atau konsultasi
kepada personalia lini. Ini tidak memberikan wewenang ke pada anggota
staf untuk memerintah lini mengerjakan kegiatan tertentu.
Wewenang staf fungsional (functional staff authority) adalah
hubungan terkuat yang dapat dimiliki staf dengan satuan-satuan lini. Bila
dilimpahi wewenang fungsional oleh manajemen puncak, seorang staf spesialis
(berkeahlian khusus) mempunyai hak untuk memerintah satuan lini sesuai kegiatan
fungsional di mana hal itu merupakan spesialisasi dari staf yang bersangkutan.
Dengan wewenang staf fungsional tersebut, maka wewenang fungsional
dapat melanggar prinsip kesatuan perintah dan menyebabkan berbagai konflik
organisasi. Penggunaan yang berlebihan, wewenang fungsional juga merusak
integritas departemen lini yang bertanggung jawab atas hasil. Untuk itu,
wewenang fungsional seharusnya duilimpahkan kepada staf untuk dijalankan hanya
pada kejadian-kejadian khusus.
3.
Delegasi Wewenang
Definisi delegasi adalah: pelimpahan wewenang dan tanggung
jawab formal kepada orang lain untuk melaksanakan kegiatan tertentu. Delegasi
wewenang adalah proses dimana para manajer mengalokasikan wewenang ke bawah
kepada orang-orang yang melapor kepadanya. Empat kegiatan terjadi ketika
delegasi dilakukan:
1)
Pendelegasi menetapkan dan
memberikan tujuan dan tugas kepada bawahan.
2)
Pendelegasi melimpahkan
wewenang yang diperlukan untuk mencapai tujuan atau tugas.
3)
Penerimaan delegasi, baik
implisit ataupun eksplisit, menimbulkan kewajibn atau tanggung jawab.
4)
Pendelegasi menerima
pertanggungjawaban bawahan untuk hasil-hasil yang dicapai.
Efektifitas delegasi merupakan faktor utama yang mebedakan manajer
sukses dan yang tidak sukses.
Prinsip-prinsip
klasik yang dapat dijadikan dasar untuk delegasi yang efektif adalah (Stoner
dalam Handoko, 1984):
1)
Prinsip skalar, dalam proses
pendelegasian ada garis wewenang yang jelas mengalir setingkat demi setingkat
dari tingkatan organisasi paling atas ke tingkatan paling bawah.
2)
Prinsip kesatuan
perintah. Setiap bawahan dalam organisasi seharusnya melapor hanya kepada
seorang atasan.
3)
Tanggung jawab, wewenang dan
akuntabilitas. Bagi manajer, selain harus mempertnggung jawabkan tugas-tugasnya
juga harus mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas bawahannya.
Louis Allen (1958), mengemukakan
beberapa teknik khusus untuk membantu manajer melakukan delegasi dengan
efektif:
a.
Tetapkan tujuan. Bawahan harus diberitahu maksud dan pentingnya tugas-tugas
yang didelegasikan kepada mereka.
b.
Tegaskan tanggung jawab dan
wewenang. Bawahan harus diberikan informasi dengan
jelas tentang apa yang harus mereka pertanggung jawabkan dan bagian datri
sumberdaya-sumberdaya organisasi mana yang ditempatkan di bawah wewenangnya.
c.
Berikan motivasi kepada bawahan. Manajer dapat memberikan dorongan bawahan melalui perhatian
pada kebutuhan dan tujuan mereka yang sensitif.
d.
Meminta penyelesaian kerja. Manajer memberikan pedoman, bantuan dan informasi kepada bawahan,
sedangkan para bawahan harus melaksanakan pekerjaan sesungguhnya yang
telah didelegasikan.
e.
Berikan latihan. Manajer perlu mengarahkan bawahan untuk mengembangkan pelaksanaan
kerjanya.
f.
Adakan pengawasan yang memadai. Sistem pengawasan yang terpercaya (seperti laporan mingguan) dibuat
agar manajer tidak perlu menghabiskan waktunya dengan memeriksa pekerjaan
bawahan terus menerus.
Sentralisasi dan Desentralisasi
Berkaitan dengan penyebaran delegasi, ada organisasi yang
berkecenderungn wewenang itu terkonsentrasi pada para atasan. Ini disebut
dengan sentralisasi. Sebaliknya, bila ada kecenderungan konsentrasinya
menyebar kepada bawahan maka disebut dengan desentralisasi.
Bila
desentralisasi mutlak terjadi maka sama artinya tidak ada struktur organisasi, karena
semua itu sama dengan semua keputusan diambil oleh bawahan. Sebaliknya,
bila sentralisasi mutlak terjadi pula; tidak ada struktur organisasi karena
dengan demikian semua keputusan diambil oleh atasan.
Pendelegasian wewenang memiliki dua perspektif penting. Ke-satu,
dari sisi atasan berarti atasan bisa lebih terfokus pada pekerjaan-pekerjaan
yang menuntut ketrampilannya, yang tidak bisa dikerjakan oleh bawahannya.
Ia memiliki waktu, kesempatan, tenaga dan konsentrasi, karena sebagian wewenangnya
sudah diberikan kepada bawahan. Dari sisi bawahan, ini memberikan
kesempatan untuk membuktikan diri, Bisa mengerjakan arahan, tugas yang
diberikan, untuk dipertanggung jawabkan. Ini membuktikan bahwa ia memang
mampu melakukan pekerjaan.
Karena itu, tidak sebarangan delegasi bisa dilakukan. Agar
efektif, delegasi dilakukan harus mempertimbangkan:
(1)
Sasaran dan standar yang jelas.
(2)
Kejelasan pekerjaan
(3)
Keterlibatan bawahan dengan memotivasinya dalam pekerjaan
(4)
Kerja yang tuntas
(5)
Pelatihan
(6)
Umpan balik
Faktor lain dalam pendelegasian adalah tentang sikap atasan pemberi
wewenang. Dalam beberapa kasus, kelemahan manajer adalah tidak mau
mendelegasikan pekerjaan karena merasa tidak akan beres kalau buka ia sendiri
yang mengerjakannya.
Sikap
berikut adalah menjadi dasar agar terselenggaranya delegasi dengan baik:
v
Penerimaan (receptiveness);
Sikap ini adalah menerima fakta, bahwa sebagai manajer tidaklah mungkin
melakukan semua tugas pekerjaannya.
v
Dengan demikian ia dapat
membiarkan bawahannya tampil dengan gagasan dan kemampuannya sendiri yang
barangkali berbeda, namun merupakan keorisinilan kerja so bawahan.
v
Memberikan hak pada
bawahan; Jika tidak demikian berarti atasan tidak percaya bahwa
bawahannya bisa mengambil keputusan seperti dia.
v
Keinginan membiarkan orang lain
berbuat salah; Tidak semua bawahan bekerja 100% benar, ada saja kesalahan yang
dibuat. Karena itu membuat atau mengawasi bawahan terhindar sama sekali dari
kesalahan bukanlah hal yang bijak. Kesalahan itu normal hanya saja perlu
dijadikan pelajaran untuk pengembangan diri yang bersangkutan.
v
Mempercayai bawahan; tidak
semua manajer mempercayai bawahannya. Terutama mereka yang sudah
berpengalaman. Ada pula manajwer yang tidak percaya pada bawahannya
karena ia melakukan refleksi atas dirinya. Seseorang yang pada saat
menjadi bawahan sering berbuat curang, akan melihat bawahannya mudah berbuat
curang juga. Bila ketidakpercayaan tidak ada terhadap bawahan, maka
delegasi ini akan sulit berlangsung dengan baik.
Grand Casino Hotel, Casino & Spa - Mapyro
BalasHapusView Grand Casino Hotel, 전라북도 출장샵 Casino & Spa (www.grandcasino.com) 공주 출장마사지 location in 대구광역 출장샵 California, United States, revenue, 김제 출장안마 industry and 여수 출장마사지